Kamis, 15 Juli 2010

Relasi Manusia dengan Alam : Suatu Kajian Pemikiran Pdt. Prof. Dr. W. A. Roeroe Terhadap Permasalahan Lingkungan Hidup



Relasi Manusia dengan Alam :
Suatu Kajian Pemikiran Pdt. Prof. Dr. W. A. Roeroe Terhadap
Permasalahan Lingkungan Hidup

Pendahuluan

Dunia dan segala isinya merupakan hasil ciptaan Allah. Pengungkapan ini sangat jelas dicatat dalam Alkitab, melalui kesaksian yang menceritakan tentang penciptaan langit dan bumi serta segala isinya, lalu kemudian Tuhan menciptakan manusia pertama yang ditempatkan di taman Eden (Kejadian 1-2). Penciptaan yang di lakukan oleh Tuhan dengan teramat baik mengandung maksud tersendiri bahwa melalui penciptaan, Allah menghendaki manusia dan alam menjalin suatu hubungan yang harmonis. Hubungan ini ingin memperlihatkan bahwa alam dan manusia sebagai hasil ciptaanNya ingin memberikan pengakuan terhadap eksistensi Allah di tengah-tengah ciptaanNya. Manusia sebagai salah satu ciptaan Allah adalah ciptaan yang memiliki keistimewaan tersendiri dan melebihi ciptaan Allah lainnya. Olehnya karena itu, Daud pernah berkata: “Aku bersyukur kepadaMu karena kejadianku yang dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya” (Mzm. 139:14). hanya manusia yang diberikan mandat dari Allah


untuk memelihara dan melesarikan serta mengelola ciptaan yang lain (Kej. 1:28, 31; 2:15). Mandat Allah yang di berikan bagi manusia untuk mengelola ciptaanNya,
Melalui keunggulan akal yang dimiliki oleh manusia maka berbagai hasil alam pun diolah dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena keinginan mansia yang tidak terbatas, maka manusia melakukan eksploitasi alam, tanpa melihat keberadaan sumber daya alam yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan manusia, akhirnya terjadilah kerusakan lingkungan. Permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini bukan lagi menjadi masalah yang asing bagi manusia. Berbagai masalah yang berhubungan dengan prilaku manusia dengan alam dapat kita temui dan rasakan pada kehidupan kita sekarang ini.
Untuk melihat permasalahan ini, maka ada baiknya penulis mencoba mengkaji pemikiran dari seorang seorang guru besar UKIT, yaitu Pdt. Prof. Dr. W. A. Roeroe, Selain juga memberikan minat pada Pernjanjian Lama (PL) dan budaya, ada juga minat yang dimiliki juga oleh Prof. Roeroe yaitu minatnya tentang alam. Minat atau pemikiran dalam bidang inilah yang coba di gali oleh penulis dengan tujuan memberikan suatu kerangka pemikiran teoritis mengenai betapa pentingnya masalah alam atau lingkungan untuk menjadi pembicaraan yang aktual masa kini.

Permasalahan Lingkungan hidup
Telah dijelaskan di atas, bahwa berbagai permasalahan lingkungan hidup bukanlah suatu yang asing ditelinga kita. Sejak zaman dahulu telah terjadi masalah ini tetapi diakibatkan karena faktor alamiah, misalnya Gunung meletus, atau kebakaran hutan yang terjadi karena gesekan ranting pohon pada musim panas, sehingga membuat percikan api. Jadi masalah ini terjadi tanpa campur tangan dari mahluk yang dinamakan manusia. Namun, sungguh sangat disayangkan akhir-akhir ini banyak tejadi permasalahan lingkungan yang memang terjadi akibat ulah manusia itu sendiri yang secara sengaja melakukan ekspolitasi pada alam. Khusus hal ini banyak kita temui dimana saja, bahkan pada umumnya di setiap negara yang ada dibelahan bumi ini memiliki masalah yang sama. Misalnya pencemaran Udara, Air, dan Tanah yang disebabkan limbah-limbah gas yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan industri. Banjir yang diakibatkan oleh manusia yang menebang pohon secara tidak bertanggungjawab dan tidak melakukan upaya reboisasi hutan yang telah gundul, sehingga ketika datang musim hujan maka terjadilah banjir dan tanah longsor. Dan tentu saja dari masalah-masalah alam ini telah banyak menimbulkan korban jiwa dan juga dari populasi hewan yang semakin menurun bahkan lenyap, karena tempat tinggal mereka telah hilang. Bahkan juga ini tengah mengahangat juga fenomena pemanansan global, sebagai klimaks dari sikap manusia itu sendiri yang tidak bersahabat dengan alam.
Dari masalah lingkungan yang terjadi, kita sebagai manusia harus bertanya apakah kita tidak dapat berpikir secara logis dan sistematis lagi sehingga tindakan kita untuk mengeksploitasi lingkungan hidup hanya berhenti pada tahap pengeksploitasian semata tanpa diikuti proses selanjutnya yaitu tanggungjawab untuk merawat dan memilihara? Lemahnya kesadaran kita terhadap lingkungan hidup juga terjadi karena adanya anggapan yang memandang bahwa pemanfaatan alam bagi manusia itu adalah hal yang wajar dan tidak menyalahi aturan. Menebang pohon guna kebutuhan manusia adalah hal yang sangat lumrah, misalnya. Membuang sampah sembarangan di mana pun sepertinya adalah suatu hal yang juga wajar, belum ada aturan yang ketat untuk itu. Proses yang sama kiranya juga terjadi atas sikap kita terhadap alam dan lingkungan hidup. Kita tahu bahwa menebang pohon seenaknya suatu hal yang jelas-jelas salah, tapi kita toh tetap melakukannya berulang-ulang, sebab kita diuntungkan, dan itu adalah hal yang sudah biasa dan mungkin kita menikmatinya. Barangkali kita baru akan benar-benar tersadar ketika terjadi bencana besar menimpa hidup kita atau sesama kita.


Keprihatinan Prof. Roeroe pada Hutan Gunung Mahawu
Keprihatinan terhadap masalah kerusakan alam, khususnya kondisi hutan di sekitar Gunung Mahawu di Tomohon ternyata telah di gumuli oleh Pdt. Prof. Dr. W. A. Roeroe. Melalui tulisannya yang berjudul Hutan, Hantu dan Tuhan ia memberikan suatu cerita pengalaman, yang pada waktu itu tengah terjadi Perang Dunia ke-II 1941-1945, dimana tentara Jepang melakukan penyerbuan dan menguasai daerah-daerah di Indonesia, termasuk Minahasa yang menjadi tempat penimbunan bahan-bahan logistik perang. Atas kehadiran tentara Jepang membuat sebagian penduduk melakukan penyingkiran ke hutan. dalam penyingkiran inilah Prof. Roeroe mendapat kesempatan untuk belajar pada sang kakek mengenai berbagai mahluk hidup yang ada pada waktu itu. Yang pada intinya keutuhan hutan di Gunung Mahawu itu masih tetap terjaga, berbagai species hewan langka masih banyak di temukan waktu itu, seperti “Celeng” (Babi Hutan), “Kulo Ipus” (Tikus Berekor Putih), “Kuse”, “Tangkasi”, “Tarchus”, “Kum-kum”, dll. Para penghuni hutan ini seolah-olah memberikan suatu suara orkes yang unik dan indah untuk di dengar, di tengah lebatnya Pohon-pohon besar yang menutupi tanah, membuat suasana ditengah hutan terasa damai dan menenangkan jiwa, sambil memuji kebesaran Tuhan yang telah menciptakan semuanya itu. Pengalaman ini disebut Prof. Roeroe sebagai “Kuliah Kerja Lapangan” dari sang kakek yang bernama Penatua Absalom Angow.
Sungguh menyedihkan hati ketika Prof. Roeroe kembali dari tugas belajar di Jerman di penghujung tahun 1970-an, beberapa kali Prof. Roeroe melakukan pendakian di lereng Gunung Mahawu, tetapi sangat disayangkan lebatnya hutan yang dahulu pernah menenangkan jiwa, beberapa mata air yang besar yang menjadi sumber air minum dari penduduk dan alunan suara orkes dari “penghuni” hutan Mahawu kini telah hilang di telan rakusnya sikap manusia yang melakukan penggundulan hutan secara tidak bertanggung jawab
Ada suatu keprihatinan yang besar melihat kondisi ini, karena berbagai sumber alam turut memberikan peranan yang penting bagi kelanjutan kehidupan seluruh mahluk hidup, secara khusus manusia. Dari setiap generasi pastinya membutuhkan sumber-sumber ini baik untuk tempat tinggal (papan), maupun makanan (sandang). Juga bagi para hewan yang hidup membutuhkan kondisi hutan yang baik untuk menjadi tempat tinggal mereka dan untuk berkembang.

Berangkat dari Pemikikiran Prof. Dr. W. A. Roeroe
Dari beberapa kasus yang telah diuraikan di atas, sedikit banyak telah memberikan pada kita gambaran yang jelas tentang kondisi alam yang tengah terjadi di bumi tempat kita tinggal. Realitas ini bukan hanya memberikan pada kita informasi tentang kondisi alam yang menjadi tempat kita “bertumpu” dengan memanfaatkan berbagai kekayaan yang dihasilkannya, melainkan sudah saatnya kita mencoba memberikan suatu masukan pemikiran yang berarti dalam menghubungkan sikap manusia dalam mengelola alam. Hal ini bertujuan dalam rangka menyelamatkan kondisi alam ini yang sudah semakin rusak. Atau pendek kata, kita memperhatikan alam bukan karena alam sudah memberikan pada kita berbagai hasil, melainkan karena alam membutuhkan kita (manusia) untuk melestarikannya melalui paradigma berpikir tentang alam itu sendiri.
Berhubungan dengan membangun paradigma berpikir yang baru tentang alam maka ada baiknya jika kita mencoba menggali pemikiran dari Pendeta Prof. Dr. W. A. Roeroe, yang dalam tulisannya yang berjudul Renungan Tentang Pelestarian Bumi , telah memberikan suatu bahan pemikiran tentang bagaimana manusia berhubungan dengan alam dalam perspektif teologis, yang didasarkan atas penafsiran yang kritis pada salah satu bagian Alkitab dalam Perjanjian Lama Khususnya Yesaya 24 : 1,4,5.
(1)sesungguhnya, Tuhan akan menanduskan bumi dan akan menghancurkannya, akan membalikan permukaannya, dan akan menyerakkan penduduknya.
(4)Bumi Berkabung dan layu, ya, dunia merana dan layu langit dan bumi merana bersama
(5)Bumi cemar karena penduduknya sebab meraka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi

Dalam bagian Alkitab di atas tergambar jelas amarah dan murka Tuhan akan ciptaannya, yang telah menyalahi Ketetapan-ketetapannya. Menurut Prof. Dr. W. A. Roeroe ucapan-ucapan nabi Yesaya ini waktu umat Tuhan sedang mengalami pembuangan dari kerajaannya Yehuda ke Babilonia yang telah bangkit menjadi adikuasa abad ke-6 Sebelum Masehi. Penghukuman ini terjadi karena umat Tuhan telah lama melupakan akan ketetapan-ketetapan Nya, sehingga mereka mempraktekan atau melaksanakan ketidakadilan, memeras yang lemah, dan menguras alam demi kepentingan pribadi. Keserakahan dalam menjalani kehidupan telah menjadi bagian mereka. Semua itu dilakukan tanpa takut pada Tuhan sebagai maha pencipta, sehingga mereka bebas melakukan apa saja tanpa memperdulikan segala undang-undang, ketetapan dan perjanjian abadi. dari hal inilah mengapa murka Tuhan turun pada sendi-sendi kehidupan bangsa dan umat, kekalutan dan kekacauan terjadi, sehingga mereka menjadi sasaran empuk bagi bangsa lain untuk ditaklukan. Inilah yang terjadi bagi umat yang memang mengeraskan hati. maka, dari penghukuman ini Tuhan ingin memberikan suatu teguran bahwa apa yang terjadi pada mereka memang diakibatkan oleh sikap hidup mereka yang telah jauh dari Tuhan. Kesengsaraan yang mereka alami menimbulkan renungan-renungan, doa-doa pengampunan agar Tuhan mengembalikan kehidupan mereka dari pembuangan yang penuh dengan penderitaan (Mazmur 123 : 1, 3-4 ; 130, 1, dst)
jika melihat berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini yang dihubungakan dengan makna bagian Alkitab di atas, sebenarnya memberikan suatu ketegasan bahwa apa yang terjadi pada dunia dengan berbagai bencana alam yang dialami oleh manusia adalah karena ulah dari manusia itu sendiri yang tidak menaati berbagai ketetapan, aturan yang telah diberikan Tuhan, sehingga seluruh mahluk hidup (termasuk manusia) telah menjadi korban atas ketamakan manusia yang tidak ada batasnya atau manusia telah menyalahi kebebasannya.
Menurut hemat penulis pemikiran yang telah diuraikan di atas tadi merupakan salah satu landasan pijakan etika lingkungan, di mana manusia itu sendiri harus mengahargai alam sebagai sesama ciptaan Tuhan. Bahkan lebih konkrit lagi manusia sebagai mahluk yang bermoral harus memasukan mahluk yang non-manusia ke dalam perhatian moral manusia. Di mana kehidupan dari mahluk non-manusia bukan hanya dilihat sebagai perhatian dari manusia, melainkan lebih dari itu yaitu sebagai agen moral (moral agent). Pemahaman bahwa alam dilihat sebagai agen moral bagi manusia berimplikasi pada sikap dan prilaku manusia terhadap alam itu sendiri. Jadi seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa lemahnya pemahaman manusia terhadap alam akan berdampak pada sikap yang sewenang-wenang pada pengelolaan alam yang hanya berpusat pada manusia (Antroposentrisme). Karena sudah terlalu lama manusia mellihat bahwa alam hanya sebatas sarana, alat atau materi saja, sehingga alam ini tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.

Penutup
Oleh karena itu belajar dari pemikiran Pdtt. Prof. Dr. W. A. Roeroe yang telah diuraikan tadi, kita diingatkan untuk melakukan perubahan radikal atas pemahaman pada alam yang selama ini telah keliru. Sebagai manusia yang memiliki rasio kita dihantar untuk mampu mengelola ciptaan Tuhan ini dengan sebaik-baiknya, karena manusia sebagai pengemban amanat Tuhan untuk menjaga, mengelola bahkan melestarikan ciptaanNya dengan penuh tanggung jawab (Kejadian 2 : 15). Dan tentu saja amant ini membutuhkan pemberian diri manusia secara totalitas untuk menerima bahwa alam dan manusia diciptakan oleh Tuhan yang sama, bahkan lebih tegas lagi bahwa alam yang dahulu diciptakan oleh Tuhan, kemudian manusia (Kejadian 1), sehingga tidak ada alasan bagi manusia melakukan eksploitasi dengan tidak bertanggung jawab pada alam.
Dengan demikian, semua bentuk kesadaran, pengetahuan, tindakan dan sikap terhadap lingkungan hidup dan segala makhluk di dalamnya dikembalikan pada kita. Kita sebenarnya juga diajak untuk memulai suatu cara hidup baru yaitu dengan memberikan penghargaan terhadap lingkungan hidup dan makluk hidup lain yang ada di dalamnya sebagai sesama anggota komunitas kehidupan di bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar