Senin, 05 Juli 2010

KEPEMIMPINAN SPIRITUAL DALAM SEJARAH GEREJA




KEPEMIMPINAN SPIRITUAL DALAM SEJARAH GEREJA
Kepemimpinan Spiritual di Zaman Kekristenan Mula-mula
Oleh :
Roy. Marthen
G. Akerina

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Kekristenan Mula-mula
Telah diakui oleh umum bahwa Gereja bermula sejak peristiwa Pentakosta, sekitar awal tahun tiga puluh sesudah Masehi. Jadi secara Kronologis/sejarah urut-urutan peristiwa yang paling awal bermulai di Yerusalem dan sekitarnya, yang dalam Ilmu Perjanjian Baru bisa disebut sebagai “Jemaat-jemaat Palestina”. Sekitar lima belas tahun kemudian, sebagai akibat palayanan Injil rasul Paulus dan lain-lain,berdirilah pula gereja-gereja di luar Palestina yang disebut sebagai “jemaat-jemaat Paulus”. Kesaksian tertulis sekitar jemaat-jemaat itu terjadi lebih awal, yaitu surat-surat Paulus yang ditulis sekitar tahun 50 sampai 62. sedangkan kesaksian tentang “jemaat-jemaat Palestina” seperti yang dapat kita temui pada bagian pertama dari pada bagian pertama dari kitab Kisah Para Rasul di tulis sekitar 20 tahun kemudian oleh Lukas. Atas dasar kenyataan itu pulalah maka apa yang ditulis oleh Paulus akan kita jadikan bukti kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Lukas dan Kisah Para Rasul.
Salah satu contoh jabatan gereja yang paling banyak di kenal di gereja-gereja adalah Penatua. Yang menarik adalah pada umumnya surat-surat Paulus tidak menyebutkan Jabatan Penatua. Padahal Lukas menyebutkan “di tiap-tiap Jemaat itu (Paulus dan Barnabas) menetapkan Penatua-penatua bagi jemaat itu (di Listra, Ikonium)”. Kisah 14:23. Untuk memecahkan masalah perbedaan kesaksian Paulus dan Yohanes tidaklah mudah. Pertama-tama kita perlu memahami seluruh pola keyakinan teologis Paulus sekitar masalah kharisma dan jabatan, khususnya mula-mula hal Kharisma. Kharisma erat kaitan dengan Roh Kudus. Dalam bahasa Yunani kata untuk Roh ialah Pneuma. Sehingga timbul pertanyaan mengapa gerakan kharismatik banyak menekankan peranana Roh Kudus tidak disebut sebagai gerakan Pneumatik?. Istilah Pneumatikos dikenal dalam Peranjian Baru, muncul dalam 20 ayat kecuali sekali dalam 1 Petrus 2:5, yang lainnya terdapat dalam surat Paulus. Kata itu dipakai oleh Paulus untuk mempertentagkan apa yang rohani dari apa yang menjadi lawannya. Misalnya harta Rohani dan harta duniawi Roma 15:27. benih rohani dan benih duniawi 1 Kor 9:11. manusia rohani dan manusia duniawi 1 Kor 2:13-15 tubuh rohani dan tubuh alamiah 1 Kor 15:44. Pada umumnya Pneumatikos tidak dipakai dalam rangka pembahasan masalah Jabatan atau Pelayanan gereja, Paulus secara bersengaja lebih banyak mengunakan istilah: Kharisma. Kata ini berhubungan erat dengan Kharis yang dalam Alkitab bahasa Indonesia kerap diterjemahkan dengan kata “kasih Karunia”, yang dalam bahasa Ingris disebut “Grace”. Paulus secara sengaja menggantikan kata Pneumatikos dengan kata Kharisma karena ternyata kata ini mempunyai latar belakang alasan teologis yang sagat penting. Secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : Kata Pneumatikos justru lebih banyak beredar dan dipakai di antara mereka yang menekankan karunia-karunia roh yang luar biasa. Golongan ini oleh ini oleh Erst Kasemann, seorang alhi Perjanjian Baru dari Jerman disebut sebagai “golongan Enthusiast”. Penakanan akan gejala-gejala mujizan dan ekstase tidak hanya terbatas dikenal di lingkungan gereja Kristen purba, melainkan dikenal juga, dalan Yudaisme, kususnya dalam Helenisme
(orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani Kis 6:1; 9:29). Di lingkungan kultus misteri helenisme, orang-orang memang mengharapkan adanya tanda-tanda supra-alamiah, antaranya juga bahasa lidah . Helenisme ialah semangat, karakter, atau kebudayaan , khususnya budaya tingkat lapisan atas atau humanisme orang-orang Helenis kuna. Dalam Jemaat-jemaat Perjanjian Baru, khususnya yang didirikan sebagai hasil Pelayanan Injil Paulus, ternyata Korintus juga unik. Banyak masalah muncul di sana, antaranya perpecahan yang disebutkan dalam 1 Kor 12:3a.
Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara,demi nama Tuhan kita Yesus kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. Sebab, saudara-saudaraku, aku telah deberitahukan oleh orang-orang Kloe tentang kamu, bahwa ada perselisihan di antara kamu
Salah satu masalah serius yang dihadapinya ialah tentang golongan Entusias atau Pneumatik. Tanggapanya itulah yang kita temui dalam 1 Kor 12-14 yang antaranya justru diawali oleh dua ayat di atas. Sekalipun dalam uraiannya ia banyak menerangkan tentang Kharisma, namun khusus dalam ayat pembukaannya (12:1) ia mash mempergunakan kata “Pneumatikos”, karena memang ia hendak mempermasalahkan golongan Entusias/Pneomatik yang kerap mempergunakan kata itu. Kata itu kemudian di munculkan kembali dalam 14:1 dan sekali lagi secara sengaja ia pakai itu di 14:37
Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani (Pneumatikos), ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan.
Bagian lain dari surat-surat Paulus yang menyebutkan hal karunia-karunia (Roh) ialah Roma 12, ternyata disitu pun diawali dengan peringatan tandas.
Jangan kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai dirimu menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. (ayat 3b).

Nampaknya ketinggian hati dan kurang adanya penguasaan diri merupakan ciri-ciri dari golongan pneumatik. Dalam seluruh perjanjian baru kata kharisma muncul 18 kali. Lima belas diantaranya terdapat dalam surat Paulus ke jemaat Korintus dan Roma. Kharisma merupakan kata kerja “Kharisomai”, yang berati “yang menunjuk pada hasil/akibat dari “Kharis” yang dipandang sebagai suatu tindakan tanpa berbeda secara tajam dengan pengertian “tanpa perkenaan”,..”pemberian”. Pemberian dari anugerah yang mencakup “Kharis” pada pihak Allah sebagai donor. G. aboti Smith mengatakan : “pemberian dari anugerah, pemberian yang cuma-cuma, khususnya mengenai operasi-operasi Roh Kudus yang luar biasa dalam gereja Apostolis, namun mencakup juga semua karunia rohani.di luar lingkungan gereja kristen purba, kata itu jarang sekali didapati, dan dalam perkembangan bahasa Yunani ia muncul agak kemudian (bahasa Yunani Koine). Dalam lingkup Perjanjian Baru, maka “Kharisma, pada satu pihak dikaitkan dengan kharis pada pihak lain dan pneuma, sedemikian rupa sehingga penyataan-penyataan rohani disebut “Kharismata””. Kharismata adalah kata jamak dari Kharisma. Pengertian Kharisma sangatlah penting dalam keseluruhan teologi Paulus, antaranya yang berkenan dengan pengaturan jemaat Tuhan pada tahap-tahap awal. Pengertian kharisma sebagaimana yang dipakai dan diperkembangkan dalam theologia Paulus ternyata mempunyai jangkauan yang sangat luas. Tiga perikop yang paling terkenal dan paling sering dikutip ialah Roma 12:4-6; 1 Korintus 12:1-11 dan 12:27-31.


1 Kor 12:8-10 1 Kor 12:28-30 Roma 12:3-8

1. Hikmat
2. Pengetahuan
3. Iman
4. Penyembuhan
5. Mujizat
6. Nubuat
7. Membedakan roh-
roh
8. Bahasa Roh
9. Menafsirkan bahsa
Roh
1. Mujizat
2. Penyembuhan
3. Melayani
4. memimpin
5. Bahasa Roh
6. Menafsirkan
Bahasa Roh
1. Nubuat
2. Melayani
3. Mengajar
4. Menasihati
5. Membagibagi
6. Memimpin
7. Kemurahan


Yang menjadi masalah sebenarnya bukanlah mengenai jumlahnya, melainkan apa yang dicakup dalam pengertian kharisma itu.

Hubungan antara Kharisma dan Jabatan
Bagimana hubungan antara “Kharisma” dan “Jabatan” apakah dalam keseluruhan Perjanjian Baru, dalam rangka menerangkan tentang keadaan gereja purba yang awal, dikenal “Jabatan”? khususnya tentang Paulus, apakah ia mengenal dan memperkenalkan “jabatan”?
Kita coba memahami bagaimana kesaksian Perjanjian Baru tentang “Jabatan”. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, kata “Jabatan” muncul beberapa kali, yaitu : Lukas 1:23; Kisah 1:20, 25; 5:22 Roma 1:5; 1 Tim 3:1; Ibr 7:5. ternyata kata “jabatan” dipakai dalam berbagai konotasi.
Dalam kaitannya dengan jabatan dalam Perjanjian Lama: Lukas 1:23 “ Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia (=Imam Zakaria) pulang kerumah.” Lalu Ibrani 7:5 “ dan mereka anak-anak Lewi, yang menerima jabatan imam mendapat tugas, menurut Hukum Taurat, untuk memungut persepuluhan dari umat Israel yaitu saudara-saudara mereka, sekalipun mereka ini juga adalah keturunan Abraham.”
Pengertian jabatan dalam Perjanjian Lama memang kuat, khususnya yang menyangkut imam –imam dan orang-orang Lewi. ayat yang ditulis dalam Kisah 1:20,25 cukup menimbulkan persoalan, ayat-ayat ini muncul dalam rangka Matias dipilih untuk menggantikan Yudas. Petrus yang memimpin pertemuan (dihadiri kira-kira 120 orang banyaknya) mengajukan persoalan penggantian bagi Yudas. Dalam rangka ini ia mengutip salah satu ayat dalam Mzm 109:8 “biarlah jabatannya diambil orang lain, konteks Masmur itu ialah : doa seorang yang kena fitnah, supaya Tuhan bertindak terhadap orang fasik yang memcelakakannya. Dalam doa yang disampaikan dalam pertemuan itu, mereka memohon Tuhanlah yang memilih satu dari antara dua calon (Barsabas dan Matias) untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang ditinggalkan Yudas…. Kata “Pejabat-pejabat” yang terdapat dalam Kisah 5:22 berlaku bagi orang-orang yang disuruh oleh Imam besar dan Mahkama Agama untuk mengambil rasul-rasul dari penjara. Jadi mereka adalah pejabat sekuler yang tidak terkait dalam gereja, Ayat 1 Tim 3:1. Di satu sisi lagi sebutan jabatan itu kita temui dalam dalam Surat Paulus ke Roma: dengan perantaraanNya kami menerima kasih-karunia (kharis) dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada namaNya. Kita kembali kepada pokok persoalan apakah dalam masa Perjanjian Baru, khususnya dalam theologia Paulus, dikenal adanya jabatan? Dan jawabanya sangat beranekaragam dan seringkali pendapat ini ditentukan oleh aliran gereja yang dianutnya ( Episkopalian,.Presbiterian atau Conggregasional). Kita coba melihat ini dari pandangan Kasemann, yang disatu pihak cukup ektrim namun pada pihak lain sangat prinsipal ia mengawali karangannya yang berjudul “Ministry and Community in the New Testament” dengan ungkapan ungkapan sebagai berikut :
Kami membuat suatu penemuan yang penting bahwa Perjanjian baru tidak mempunyai defenisi tehnis tentang apa yang biasanya kita sebut sebagai “Jabatan gereja”, sekalipun tanpa segan PB berbicara tentang jabatan dan fungsi-fungsi kekuasaan sekuler dan keimamam dalam Perjanjian Lama,malah menyebut dengan nama,sejumlah jabatan dan fungsi-fungsi gerejawi. Dari waktu ke waktu istilah ‘Amt’ (=istilah Jerman untuk jabatan) muncul dalam Alkitab terjemahan Luter: bila hal itu terjadi maka istilah aslinya biasanya ilalah Diakonia. Gejala itu mengandung makna, sebab, Perjanjian Baru nampaknya dengan sengaja menghindsari konsepsi tehnis tentang jabatan, yang sebetulnya dapat dinyatakan dengan kata-kata leotourgia, time dan Arkhe; kata –kata tersbut menunjuk pada pengakuan adanya hubungan otoriter yang justru tidak mendapat tempat dalam pengaturan gereja.

Pengertian Diakonia mempunyai peranan yang penting sebagai dasar pemahaman tentang jabatan yang kerap dikupas oleh Dr. Abineno. Itulah juga alsannya mengapa dalam bukunya yang pertama ia lebih cenderung menggunakan kata-kata “Pelayanan” dan “Pelayan”, dan bukan jabatan. ia menyimpulkan bahwa “sungguhpun demikian untuk “Pejabat-pejabat gereja” ia tidak memakai kata “imam” atau kata-kata lain yang lebih “terhormat”. selanjutnay Abineno menjelaskan : “dengan sadar ia (Perjanjian Baru) memakai kata yang biasa – artinya : yang tidak bersifat kultis dan yang tidak terhormat – yaitu “Diakonos” untuk mereka dan “diakonia” untuk pelayanan mereka. Lebih lanjut Keseman menandaskan dalam Perjanjian Baru tidak ada istilah yangh dapat disamakan dengan kmonsep kita masa kini, yaitu “Jabatan” (office). Yang dimaksud dengan jabatan teknis yang dikenal masa kini, ialah seluruh langkah-langkah : pemilihan, pemanggilan, penthabisan/peneguhan, apalagi kalau disertsai penumpangan tangan, apalagi kalau acara ini dipandang sebagai sakramen seperti yang berlaku di gereja Roma Katolik. Memang sakramentali jabatan menggejala di abad ke dua dan semakin lama semakin kokoh. Memang menurut Kasemann hal itu terjadi sebagai semacam penyimpangan yang perlu karena desakan situasi. Dan itu disebutkan sebagai pertanda awal Katolisisme, bagaimana latar belakang pemikiran Kasemann, pernyataan tadi bahwa tidak ada kata dan pengertian tehnis untuk “jabatan” dalam Perjanjian Baru. sejauh ini Kasemann seolah-olah memberi kesan bahwa tiada tempat bagi adanya “jabatan”. Memang kalau dilihat dari adanya jabatan atau pejabat “pada dirinya sendiri” dianggap sebagai kudus, atau “memiliki hak istimewa””. Golongan pejabat (“klerikus’) dilihat sebagai suatu ordo tersendiri, yang mempunyai tempat di atas atau terpisah dari umat, sejauh ini pihak gereja-gereja Reformasi/Protestan kerap melontarkan kenyataan tersebut sewbagai kritik terhadap praktek daslam gereja Roma Katolik. Tetapi apakah hal serupa itu tidak juga terdapat dalam kenyataan praktek di lingkungannya sendiri? Dalam ajaran secara resmi memang tidak. Tetapi , tidakkah para pejabat gerejawi, khususnya Pendeta, dipandang sebagai menduduki suatu kelas tersendiri? Dilingkungan gereja Pentakosta, sekalipun secara resmi menganut tata cara Conggresional, namun tempat dan peranan Gembala sidang tak ubahnya dengan uskup? Dalam lingkungan Kharismatik, pemimpinnya dipandang sebagai yang mempunyai otoritas tertinggi? Hal ini ternyata terwarnai juga oleh budaya lingkungan setempat yng cenderung mengsakralkan pemimpin? DR. H. Berkhof dalam bukunya Chritelijk Geloof, patut kita perhatikan, yakni: “kini jelaslah bahwa bilamana kita menganggap serius hal pembagian/keaneka-ragaman karismatis dalam jemaat, maka kita harus mengakhiri “Klerikalisme” dan “domineeskerk” (gereja-pendeta). Tetapi apakah benar tiada tempat bagi “jabatan/ministry” dalam pandangan theologies Kasemann? Ministry dan otoritas diakui tapi ditempatkan dalam kerangka Kharisma. ini berarti bahwa secara kongkrit otoritas dan kharisma berjalan bersama dalam jemaat, dan sebagaimana kharisma hanya dimanifestasikan secara murni dalam tindakan pelayanan (ministry) yang nyata. Selanjutnya menurut Kaseman, setiap oreng yang telah dibabtis adalah pemangku jabatan, “mereka masing-masing mempunyai tanggung jawabnya. kharisma selanjutnya dipandang sebagai “individualis dari pada kasih karunia”, artinya sebagai penerapan atas pribadi dari “kharis” (karunia), dan karenanya berarti “partisipasi kita dalam Roh (pneuma), dan konkretisasi dari panggilan (Klesis) Kristen kita.

PANDANGAN PAULUS TENTANG “MINISTRY” JABATAN
Menurut Kasemann, dalam surat-surat paulus tidak menyebutkan jabatan Penatua, padahal Lukas menyebutkan “ditiap-tiap jemaat rasul-rasul itu (Paulus dan Barnabas) menetapkan Penatua-penatua bagi jemaat-jemaat itu” (Kis 14:23) kita dapat memastikan tanpa ragu bahwa dalam jemaat-jemaat Pauluis tidak ada “ sidang Penatua” (prisbitery) semasa hidup Paulus. Terlepas dari soal Penatua apakah tidak ada dalam surat-surat paulus sebutan-sebutan yang menjurus pada jabatan? Harus kita akui bahwa dalam tiga perikop Roma 12 dan 1 Kor 12 berbagai macam kharisma itu lebih dirumuskan dengan nada sebagai fungsi. Misalnya Roma 12:6 dst. Demikian kita mempunyai karunia (kharisma) yangh berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita :
Jika karunia itu adalah untuk bernubuat…………
Jika karunia itu untuk merlayani…………
Jika karunia itu untuk mengajar…………
Jika karunia itu untuk menasehati………..
Siapa membagi-bagikan sesuatu…………
Siapa yang memberi pimpinan…………….
Siapa yang menujukan kemurahan………
Tetapi dalam perikop ketiga ( 1 Kor 12:28, 29) diantara deretan kharisma, tiga antaranya disebutkan dengan sebutan :
Pertama sebagai rasul
Kedua sebagai nabi
Ketiga sebagai pengajar

Tentang kharisma bernubuat yang dipandang sebagai lebih penting (“usahakan dirimu memperoleh pneumatikos, terutama karunia untuk bernubuat”. 1 kor 14:1, dan juga dianggap lebih mengarah pada tujuan membangun jemaat ketimbang kharisma berkata-kata dalam bahasa roh, ayat 2-25), agaknya dikaitkan dengan apa yang disebutkan dalam 1 Kor 12:28-29 sebagai “nabi”. Kalau demikian halnya maka “jabatan pengajar” yang dalam ayat-ayat tadi disejajarkan dengan “jabatan nabi”. Dalam hubungan dengan sebutan rasul, nabi, pengajar (yang ditulis dalam bentuk kata-benda-pengganti-orang), maka perihal rasul paling banyak diuraikan dalam Perjanjian Baru, antaranya mengenai kerasulan Paulus sendiri.
Jadi, disatu puhak, rasul adalah sejajar dengan “kharismatikus-kasrismatikus” lainnya. Dengan argumentassi demikian, maka nabi, pengajar juga sejajar dengan khrismatikus-kharismatikus lainnya. Sejajar, dalam arti bahwa itu merupakan bagian dari tubuh Kristus, dari persekutuan jemaat kharismatik”. Perlu disinggung bahwa menitikberatkan “jabatan/pelayanan” sebagai berpangkal dari “pelayanan jemaat (tubuh Kristus)’ merupakan salah satu tesis utama dari karangan Dr. Abineno.

Kita coba kutip kerangka tesis-tesisnya, yaitu:
1. “jabatan Gereja” pertama-tama ditentukan oleh pola-hidup Tuhan Yesus.
2. “Jabatan” itu adalah anugerah (kasih karunia) Allah
3. Subjek pelayanan Jemaat ialah Kristus sendiri
4. Pelayanan Jemaat,.. ditugaskan oleh Kristus kepada seluruh jemaat sebagai tubuhNya.
Dalam Perjanjian Baru keimamam berlaku dan adalah milik Yesus Kristus saja. Benar bahwa seluruh gereja mengambil bagian di dalamnya, tetapi itu tidak mangandung makna yang berlaku bagi pororangan atau kelompok yang dapat dibedakan dari yang lainnya: warga gereja yang non imamat juga. Perjanjian Baru tidak mengajarkan “dikriminasi” jabatan. Semua jabatan adalah sama. Yang berbeda hanya fungsi dan bidangnya. Pandangan Kasemann, bahwa jabatan kerasulan terjadi ..sebelum kharisma-kharisma lainnya. Panggilan kerasulan bukan saja disebut “sebelum” namun didalam panggilan dan tugas yang kongkrit ia berbeda dari yang lain-lainnya. Rasul memiliki hubungan istimewa dengan Injil, yang menyatakan diri dalam dunia ini melalui dirinya, bahkan menjelma dalam dirinya itu. Namun Injil itu tetap mendahului dan mengungguli kerasulan. Injillah yang menempatkan kerasulan dari dalam Injil itu sendiri.

Aplikasi
Setiap jabatan dalam gereja tetap memiliki otoritas dan diakui, tetapi ditempatkan dalam kerangka kharisma. Roma 12:10 menyebutkan “hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat “., dan Filipi 2:3”, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. Ini berarti otoritas dan kharisma berjalan bersama dalam persekutuan jemaat, dan sebagaimana kharisma hanya dimanifestasikan secara murni dalam tindakan nyata (ministry), demikian pula ia hanya memiliki otoritas dalam melakukan pelayanan. Teori tentang ketertiban/penataan dari rasul (Paulus) bukanlah sesuatu yang statis, misalnya terletak pada jabatan, institusi-institusi, pangkat-pangkat atau kehormatan; dalam pandangannya, otoritas terletak hanya dalam tindakan nyata (ministry) sebagaimana itu berlangsung, sebab hanya dalam tindakan pelayanan yang nyata itulah Kyrios (Tuhan) mengumumkan keTuhananNya dan kehadiranNya. Rumusan ini sangat penting dalam penerapan bagi kehidupan gereja masa kini. Tidak bisa misalnya Majelis jemaat bertindak dan bersikap “mentang-mentang” karena status kemajelisannya. Itu namanya “semau gue” atau status Kependetaan membuat sewenang-wenang mengambil keputusan karena merasa sebagai pemimpin dalam jemaat. Karena keapsahan suatu sikap dan tindakan ditentukan dari pelayanan nyata yang mengungkapkan ke-Tuhanan dan kehadiran Kristus. Termasuk juga dalam cirri kerasulan bahwa rasul harus menderita. Penderitaan ditetapkan Tuhan bagi jemaat Kristus. Penderitaan rasuli berkaitan secara khusus dengan pelayanan rasuli. Paulus kerap menyebutkan penderitaannya itulah penderitaan yang berhubungan dengan pelayanan. Karena alasan inilah, maka nyata kematian Kristus dihayati dalam hidup rasul, maka berkuasalah berita dari Injil. Hal inilah yang kurang disadari sekarang oleh pejabat-pejabat gereja yang tidak siap bahkan tidak mau untuk menderita. Sehingga dengan otoritas jabatannya setiap keputusan keputusan yang dibuat kadang demi kepentingan tertentu dan bukan pelayanan. Mengenai kharisma juga orang banyak memperdebatkan apakah kharisma-kharisma dalam Perjanjian Baru sebagai alamiah atau supra alami, namun dalam gerakan Pentakosta dipandang sebagai yang paling Pusat. Ada banyak orang berusaha untuk memiliki kharisma-kharisma dalam dirinya. Tetapi Paulus mengatakan dalam 1 Kor. 13 jika tidak memiliki kasih dia sama sekali tidak berguna. Paulus disini menekankan Kasih dan ketertiban. Karena itu jabatan gereja harus digunankan untuk pelayanan kasih dan ketertiban dalam jemaat. Jadi jabatan pada hakekatnya merupakan salah satu wujud dari Kharisma (Kharis) kasih-karunia. Kharis atau kasih karunia adalah tunggal tidak dapat dipisahkan karena ia bersumber dari Allah yang tunggal. Pergumulan kita bersama adalah merefleksikannya secara teologis-alkitabiah, tanggung jawab kepemimpinan saat ini dalam realitas, yang pastinya bukan hanya dalam ranah jabatan (status) melainkan aspek fungsi dalam seluruh komponen diri yang menyandang predikat sebagai seorang pemimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar