Kamis, 15 Juli 2010

Ecumenism and Ecology in Contex Indonesia


Name : Endra A. E. Walangitan
Delegate : PPsT UKIT
Instructor : Dr. Hope S. Antone

Ecumenism and Ecology in Contex Indonesia
Pendahuluan
Telah lama menjadi pemahaman bagi orang Kristen, bahwa jika berbicara tentang ekumene bahwa itu menunjuk pada suatu sikap bagaimana gereja melakukan usaha untuk mempersatukan visi dan missi dalam melaksanakan amanat agung dari Allah di tengah-tengah dunia ini, sebagai satu rumah dan hidup bersama. Dari hal ini maka ekumenisme dilihat juga sebagai suatu otoritas Allah yang mengikat seluruh orang Kristen untuk melakukan satu kesatuan dalam satu rumah (dunia) dengan melihat permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di tengah umat. Namun, saat ini berbagai masalah muncul yang sangat terkait erat dengan kehidupan masyarakat. Salah satu permasalahan itu adalah masalah ekologi. Berbagai macam bencana alam telah terjadi, bahkan saat ini juga telah menghangatnya fenomena tentang pemanasan global, sebagai dampak dari sikap manusia yang tidak menghargai akan alam. Maka dari hal ini sangat penting dari kita untuk mengangkat suatu visi ekumenis yang lebih luas dan baru, yang berangkat dari permasalahan ekologi. Hal ini sebagai usaha untuk mempertemukan visi dan misi kesatuan sebagai gereja dalam mencari solusi dari permasalahan ekologi yang memang mengancam kelestarian dari seluruh mahluk hidup yang tinggal di bumi ini.
Isi
Gereja selaku persekutuan orang percaya tidak hanya bertanggung jawab untuk mewujudkan persekutuan di antara sesama manusia, tetapi juga dengan lingkungan. Selama ini ekumene hanya dimengerti sebagai hubungan interdenominasi gereja, padahal arti kata oikos menunjuk pada bumi sebagai tempat tinggal (habitat). Habitat adalah inti makna dari semua kata eko ;ekonomi, ekologi, dane kumenesitas. Oleh karena itu, tujuan ekumene tidak bisa lagi terbatas pada usaha pembentukan Gereja Kristen yang Esa atau menciptakan hubungan yang harmonis di antara orang Kristen, tetapi harus menjangkau wawasan yang lebih luas, sesuai dengan arti dan makna yang terkandung dalam kata ekumene, yaitu dunia atau kosmos ini secara keseluruhan, khususnya hubungan dengan seluruh ciptaan. Ted Peters membedakan antara kata ecumenical dan kata ecumenic, yang akar katanya sama yaitu oikos, tetapi maknanya berbeda. Kalau ecumenical berbicara tentang kesatuan iman, maka ecumenic berbicara tentang kesatuan manusia dengan segala sesuatu yaitu dengan semua realitas ciptaan Allah. Akan tetapi, keduanya mempunyai hubungan sebab kesatuan iman harus mempunyai implikasi terhadap kesatuan dengan seluruh ciptaan.
Banyak tradisi keagamaan, termasuk Yudaisme dan Kekristenan, memahami inti penciptaan sebagai tempat tinggal Allah di dalamnya. Ciptaan adalah tempat kehadiran Allah. Jadi, kata oikos menunjuk pada rumah tempat kehadiran dan kediaman Allah. Allah ada "rumah" di sini, sebagaimana kita. Jadi dalam mengelola alam, maka kita harus sejalan dengan Ekonomi Allah. Kita adalah rekan sekerja Allah (householders) dalam menatalayani (oikodomeo) dunia. Di sinilah peran gereja mendapat tempat. karena gereja merupakan bagian dari earth habitat. Sebagai bagian darinya, maka gereja terpanggil untuk terlibat aktif dalam kesatuan dengan bagian-bagian lain dari keseluruhan kehidupan.
Jika keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus dipahami sebagai keselamatan untuk seluruh ciptaan, maka gereja terpanggil tidak hanya untuk menyatakan koinonia dengan sesamanya manusia, tetapi juga dengan sesama ciptaan. Ted Peters juga mengingatkan bahwa gereja harus melaksanakan pendamaian dalam rangka menghadirkan Kerajaan Allah. Dan sejalan dengan hal ini, Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) memahami pendamaian dan pembaruan ciptaan sebagai tujuan dari misi gereja. Sudah sejak tahun 1968 dalam Sidang Raya IV DGD di Upsala, Swedia, DGD membahas perhatian dan tanggung jawab gereja-gereja terhadap lingkungan hidup. Sedangkan, di Indonesia sendiri, baru dalam Sidang Raya XI PGI di Surabaya tahun 1989, dikukuhkan secara eksklusif pengertian pemberitaan Injil yang mencakup usaha pelestarian lingkungan hidup.
Selain sebagai bagian dari tugas pemberitaan Injil, tugas pengelolaan dan pemeliharaan serta pelestarian lingkungan hidup menjadi salah satu dasar bagi gereja-gereja di Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional yang mencakup seluruh elemen. Bagi gereja-gereja di Indonesia, terdapat suatu permasalahan tersendiri dalam usahanya untuk menjadi penatalayan dunia. Pertama, gereja-gereja di Indonesia masih terkotak-kotakan dalam berbagai denominasi, di mana masing-masing denominasi memiliki concern tersendiri. Kedua, konsep ecumenic sendiri belum begitu populer di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk lebih menggugah kesadaran gereja-gereja di Indonesia akan perannya menjadi penatalayan dunia melalui berbagai cara, mis: diskusi teologis, proyek kerjasama mengenai pelestarian lingkungan hidup.
Sementara itu tantangan lain yang dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia adalah pluralisme agama. Seharusnya kenyataan ini bukanlah penghambat bagi gereja untuk menjadi penatalayan dunia, tetapi malah merupakan sebuah peluang bagi gereja-gereja di Indonesia untuk membina kerjasama dengan para pemeluk agama lain untuk bersama-sama menjadi penatalayan dunia, karena mereka pun adalah bagian dari earth habitat. Memang hal ini tidak mudah, karena harus ada kesamaan visi di antara kita yang memang peduli terhadap alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar